Kamis lalu, kami telah habis membaca buku 1 Ronggeng Dukuh Paruk. Buku ini ditulis melalui sudut perspektif Rasus. Jadi pembaca bisa mengikuti bagaimana perasaan dan pikiran Rasus sepanjang kisah ini.
Bagi saya, yang menarik tentang ronggeng itu adalah bagaimana mereka begitu disanjungi di Dukuh Paruk. Pada pikiran saya, mengikut pikiran orang moderen, pihak lelaki lah yang beruntung di Dukuh Paruk ini. Karena mereka bisa membayar ronggeng dan bermesra bersama ronggeng walaupun sudah punya istri. Perempuan-perempuan Dukuh Paruk juga begitu senang jika suami mereka bisa bersama ronggeng karena menunjukkan kejantanan mereka. Pada pikiran saya hal ini menunjukkan betapa rendahnya martabat wanita Dukuh Paruk, melainkan dia seorang ronggeng.
Apa lagi yang menarik bagi saya adalah perubahan pemikiran Rasus setelah dia keluar daripada Dukuh Paruk. Di Dukuh Paruk, dia tidak pernah ngerti apa itu agama, dosa, pahala, arti sebenar pernikahan, tetapi setelah dia keluar daripada situ dan pergi ke Pasar Dawuan, dia pertama kali mendengar perkara-perkara seperti itu. Dia mula membedakan kehidupan di Dukuh Paruk dan kehidupan di luar. Bagus juga diceritakan melalui perspektif Rasus karena bisa melihat perubahan pemikiran Rasus yang kini lebih dewasa. Setelah membaca buku 1 ini, saya juga mula memikirkan tentang perbedaan harga diri seorang perempuan di Dukuh Paruk dengan perempuan lain. Ternyata berbeda sekali harga diri perempuan di Dukuh Paruk berbanding dengan persepsi popular tentang wanita Asia (Melayu, Jawa dan sebagainya) yaitu sopan, ayu, malu dan sebagainya.
Secara keseluruhannya, menarik saja buku 1 ini. Banyak perkara berkaitan Dukuh Paruk yang saya baru ketahui dan banyak perkataan-perkataan baru yang saya pelajari.
Itu saja kali ini. Ketemu lain kali ya!